Biografi KH Hasyim Muzadi


 Kyai Haji Ahmad Hasyim Muzadi (lahir di Tuban, Jawa Timur, 8 Agustus 1944 – meninggal di Malang, 16 Maret 2017 pada umur 72 tahun) adalah tokoh PB Nahdlatul Ulama. Pendiri pesantren Al Hikam di Malang dan Depok ini kemudian dipilih menjadi Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama pada periode 1999-2004.

Setelah itu, Hasyim Muzadi sempat terjun ke perpolitikan nasional dengan menjadi calon wakil presiden pada Pemilu 2004.  Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, Hasyim kemudian ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Kehidupan awal
Hasyim menempuh jalur pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah di Tuban pada tahun 1950 dan menuntaskan pendidikannya tingginya di Institut Agama Islam Negeri IAIN Malang, Jawa Timur pada tahun 1969. Suami Hj. Muthomimah ini nampaknya memang terlahir untuk mengabdi di Jawa Timur.

Hasyim mendirikan Pesantren Al-Hikam, Maret 1992, di Lowokwaru, Malang, Jawa Timur. Ia menggagas lembaga pendidikan setara perguruan tinggi karena terngiang penuturan guru-gurunya terdahulu. Ronald Lukens-Bull, pada bukunya yang berjudul A Peaceful Jihad: Negotiating Identity and Modernity in Muslim Java (2005), menyebut Al-Hikam sebagai cara Hasyim memupuk santri dengan ilmu pengetahuan umum berbalut religi.


Hasyim, kata Ronald, menyebut ilmu pengetahuan kekinian tidak lagi mengajarkan moral bagi para pelajar. Akibatnya, sebagaimana diyakini Hasyim, masyarakat berkembang tak tentu arah. Bagi Hasyim, Al-Hikam merupakan negoisasi antara tradisi, moderintas, dan identitas. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, seperti ditulis Ronald, memuji upaya Hasyim untuk pendidikan santri.

"Hasyim mungkin tidak ingat seluruh teks klasik keislaman, tapi dia memahami pokok, konteks, dan dasar ajaran tersebut," kata Gus Dur.

Sekitar 12 tahun setelah mendirikan Al-Hikam, Hasyim membentuk International Conference of Islamic Scholars (ICIS). Ia membangun lembaga itu bersama Hassan Wirajuda, diplomat yang pernah menjabat menteri luar negeri.

Niat Hasyim mendirikan ICIS didasari pada hubungan antara negara barat dan komunitas Islam pasca tragedi World Trade Center, 11 November 2001. Melalui lembaga ini, Hasyim menggelar dialog antaragama dan bertemu pimpinan kelompok agama lintas negara.

Ketika terjadi peristiwa ditabraknya gedung WTC 11 September 2001, di mana AS langsung menuduh gerakan Al Qaeda sebagai pelakunya dan menangkapi orang-orang dan kelompok Islam yang diduga terkait dengan jaring Al Qaeda, posisi Islam moderat Indonesia luput dari tuduhan. Namun hal itu bukan berarti persoalan selesai. Hasyim Muzadi memiliki pandangan, dunia internasional perlu mengetahui kondisi Islam di Indonesia dan perilaku mereka yang tidak menyetujui tindak kekerasan.

Untuk itu perlu upaya komunikasi dengan dunia luar secara intensif. Tak terkecuali dengan AS. Makin banyak dan intens komunikasi maupun kontak ormas-ormas moderat Indonesia dengan internasional dan AS, itu makin positif. Apalagi, di tengah keterpurukan ekonomi, sosial, dan keamanan di Indonesia saat ini, kerja sama internasional jauh lebih berfaedah daripada keterasingan internasional. Hasyim Muzadi pun menjadi tokoh yang mendapat tempat diundang pemerintah AS untuk memberi penjelasan tentang pemahaman masyarakat Islam di Indonesia. Ia cukup gamblang menjelaskan peta dan struktur Islam Indonesia. AS beruntung mendapat gambaran itu langsung dari ormas muslim terbesar Indonesia. Indonesia juga bersyukur karena seorang tokoh ormas muslimnya menjelaskan soal-soal Islam Indonesia kepada pihak luar. “Saya gambarkan, umat Islam di Indonesia itu pada dasarnya moderat, bersifat kultural, dan domestik. Tak kenal jaringan kekerasan internasional,” ujar Hasyim.

Bersama KH Mustofa Bisri ( Gus Mus )

Soal kelompok-kelompok garis keras di Indonesia-betapapun jumlah dan kekuatannya cuma segelintir-Hasyim mengingatkan AS bahwa mengatasinya harus tidak sembarangan. Jangan sekali-kali menggunakan represi. Bukan hanya kontraproduktif, tapi bisa memunculkan radikalisme betulan. Sekali AS bertindak, seperti dilakukannya di Afghanistan atau negara-negara Timur Tengah, dengan intervensi langsung, hasilnya bisa runyam. Indonesia tidak bisa dipukul rata dengan Timur Tengah atau negara-negara lain.

Apa alternatif pendekatannya jika represi ditanggalkan? “Saya minta supaya pendekatannya pendekatan pendidikan, kultural, dan social problem solving. Dijamin, gerakan-gerakan kekerasan akan hilang,” tutur Hasyim.

Di sisi lain, AS sadar perlunya menggalang pengertian dan kerja sama dengan Islam moderat di dunia. Di AS sendiri, ada sekitar 5 juta penganut Islam dan kini menjadi agama yang paling cepat pertumbuhannya dibandingkan agama-agama lain. Muzadi juga mengakui, pejabat AS memang memiliki pandangan sendiri tentang masa depan, dunia Islam, dan terorisme. Namun banyak senator AS yang berharap Indonesia menjadi komunitas muslim yang pada masa depan bisa bersahabat dengan dunia. Itu istilahnya mereka, katanya. Sedangkan ukuran AS adalah Indonesia bisa mengatur diri, sehingga tak menjadi sarang “kekerasan.” Namun, menurut Muzadi, yang cukup menggembirakan adalah tidak ada rencana AS sedikit pun untuk menyerang Indonesia.

Hasyim sendiri mengawali kegiatan organisasinya dengan berpartisipasi aktif dalam organisasi kepemudaan semacam Gerakan Pemuda Ansor (GP-Ansor) dan organisasi kemahasiswaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) hingga akhirnya dia dia dipercaya menjadi pemimpin kedua organisasi tersebut.

 Kiprah organisasinya mulai dikenal ketika pada tahun 1992 ia terpilih menjadi Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur yang terbukti mampu menjadi batu loncatan bagi Hasyim untuk menjadi Ketua PBNU pada tahun 1999.

Banyak yang mafhum, sebagai organisasi keagamaan yang memiliki massa besar, NU selalu menjadi daya tarik bagi partai politik untuk dijadikan basis dukungan. Hasyim pun tak mengelak dari kenyataan tersebut. Tercatat, suami dari Hj. Muthomimah ini pernah menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Namun, jabatan sebagai Ketua Umum PBNU lah yang membuat Hasyim mendadak menjadi pembicaraan publik dan laris diundang ke berbagai wilayah. Bisa dikatakan, wilayah aktivitas alumni Pondok Pesantren Gontor Ponorogo ini tidak hanya meliputi Jawa Timur, namun telah menasional. Basis struktural yang kuat itu, masih pula ditopang oleh modal kultural yang sangat besar, karena ia memiliki pesantren Al-Hikam, Malang, yang menampung ribuan santri.

Hasyim dikenal sebagai sosok kiai yang memosisikan dirinya sebagai seorang pemimpin Indonesia. Selain sebagai ulama, sosok Hasyim dikenal "nasionalis dan pluralis.

Integritas Hasyim yang lintas sektoral kini diuji. Ijtihad politik pria berusia 60 tahun ini yang menerima lamaran PDI Perjuangan untuk menjadi cawapres, merupakan bagian dari sosok dirinya yang moderat."Saya ingin menyatukan antara kaum nasionalis dan agama",” ujarnya ketika berorasi dalam deklarasi pasangan capres dan cawapres Megawati-Hasyim Muzadi.

Walaupun memang, tak sedikit yang mencibir dan menyayangkan langkah Hasyim yang terjun ke politik praktis, termasuk dengan pewaris darah biru kaum nahdliyin, Gus Dur. Bahkan, langkah politik pria yang selalu berpeci ini telah menguak perseteruan dirinya dengan Gus Dur yang telah terpendam lama. Namun di atas segalanya, hanya Hasyim yang tahu persis, makna di balik langkah politik menuju kursi kekuasaan yang kini tengah dirintisnya.


NU sebagai ormas terbesar dengan jumlah anggota mencapai 35 juta orang, warga NU tidak boleh dipertaruhkan untuk kepentingan sesaat. Kebesaran nama baik NU, bagi Muzadi, tidak boleh dipertaruhkan demi kepentingan kekuasaan. Ia juga ingin menjaga agar Umat Islam, terutama kaum nahdliyin, tidak terkotak-kotak dalam politik aliran. Namun, bila ada warga NU yang ingin aktif di politik, sama sekali tidak ada halangan. Tetapi, tidak membawa bendera NU secara kelembagaan dalam kiprah politiknya. Paling tidak, hal itu berlaku untuk masa sekarang.

Namun menurutnya, sepanjang mereka membawa visi nasional Indonesia secara utuh, akan disambut baik. NU akan merespons siapapun ketika yang dibicarakan itu masalah nasional dan utuh. Ketika mereka melakukan (atau) tampil sebagai partisan politik, itu ya terserah anggota saya, mau pilih atau tidak. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Muzadi dalam menjalankan organisasinya memiliki prinsip bahwa NU tidak akan berpolitik praktis dengan mengubah diri menjadi partai politik (parpol) pada Pemilu 2004. Menurut dia, pengalaman selama 21 tahun sebagai partai politik cukup menyulitkan posisi NU.

Pengalaman pahit selama 21 tahun menjadi partai politik periode 1952 sampai 1973, kata Muzadi menjadi pertimbangan signifikan dari pengurus besar untuk mengubah bentuk organisasi itu. Waktu itu, kata Muzadi yang sempat menjadi Ketua NU Cabang Malang, kerja orang-orang NU hanya memikirkan kursi legislatif. Sementara kerja NU lainnya seperti usaha memajukan pendidikan dan intelektual umat terabaikan. Menjelang Pemilu 2004, NU didorong oleh berbagai kelompok untuk menjadi partai politik. Desakan menjadi parpol juga datang dari kelompok dalam NU (kalangan nahdliyin), tetapi sikap NU tidak goyah. Politik merupakan salah satu kiprah dari sekian banyak sayap NU. Di mata Muzadi, partai politik erat kaitannya dengan kekuasaan dan kepentingan, sementara sifat kekuasaan itu sesaat. Di sisi lain NU dituntut memelihara kelanggengan dan kiprah sosialnya di masyarakat. Oleh karena itu, NU akan menolak setiap upaya perubahan menjadi partai politik.

Mengenai pemimpin bangsa, menurut Muzadi, NU itu tidak berpikir bagaimana mengajukan calon dari NU. Tapi, yang dipikirkan, adakah calon dari mana pun yang mampu melakukan recovery, penyembuhan terhadap Indonesia. Hal itu menurutnya harus lebih dulu dipikirkan daripada intern NU, apalagi ramai-ramai membuat NU terjun langsung di dunia politik.

Munculnya konflik di Indonesia, terutama yang membawa-bawa nama agama hingga pemerintah dan aparat kewalahan menanganinya merupakan masalah serius yang harus diselesaikan. Bila menyangkut konflik antaragama, ia mengatakan NU telah melakukan dialog lintas agama. Sebab, tidak mungkin masalah itu selesai hanya dengan peran satu kelompok saja. Harus melibatkan keduanya. Itu bila konflik ingin dituntaskan.

Hal inilah yang menjadi struktural menjadi modal kuat Hasyim untuk terus berkiprah di NU. Nama Hasyim mulai mencuat ke publik setelah pada tahun 1992, dia terpilih menjadi Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur yang terbukti mampu menjadi batu loncatan bagi Hasyim untuk menjadi Ketua PBNU pada tahun 1999. Setelah itu, tercatat Hasyim pernah menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Pada tahun 1999, Hasyim terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) pada Muktamar ke-30 di Lirboyo, Kediri. Pada pemilihan presiden tahun 2004, Hasyim Muzadi menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Capres Megawati Soekarnoputri Presiden RI Kelima (2001-2004) Megawati Soekarnoputri. Namun langkahnya ini gagal menuai kemenangan. Setelah itu, dalam Muktamar NU ke-31 di Donohudan, Boyolali, Jateng, Hasyim kembali terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) setelah berhasil mengungguli secara mutlak para pesaingnya, termasuk KH Abdurrahman Wahid.

Sesuai ketentuan internal NU, seseorang hanya boleh menjabat Ketua Umum Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU dua periode berturut-turut. Sehingga dalam Muktamar NU ke-32 di Makssar, April 2010, dia digantikan Dr. KH Said Aqil Siradj, MA. Sementara Hasyim Muzadi terpilih menjabat Wakil Rais Aam PBNU (2010-2015), bersama Dr. KH A. Musthofa Bisri mendampingi Ketua Rais Aam Dr. KH. M. A. Sahal Mahfudh.

Tercatat, suami dari Hj. Muthomimah ini pernah menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah Partai Persatuan Pembangunan.

Karier politik


Tak hanya dikenang sebagai orang penting di Nadhlatul Ulama, Hasyim pun meninggalkan jejak di dunia politik. Tahun 2004, ia setuju mendampingi Megawati Soekarnoputri untuk maju ke pemilihan presiden secara langsung pertama dalam sejarah Indonesia di awal November 2003. Ia resmi maju bersama Megawati pada 6 Mei 2004. Dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2004, Megawati dan Muzadi meraih 26.2% suara di putaran pertama, tetapi kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla di putaran kedua.

Lepas dari hiruk-pikuk pilpres saat itu, Hasyim tak lagi bersinggungan dengan dunia politik. Tahun 2015, Hasyim pernah masuk daftar calon rais aam NU.

Kematian
 Awal Januari 2017, Hasyim secara mendadak jatuh sakit dan lantas dilarikan ke rumah sakit. Sejak saat itu ia mendapatkan perawatan intesif. Presiden Joko Widodo saat itu menjenguknya di Malang. Jokowi membawa empat dokter kepresidenan, menawarkan keluarga Hasyim bantuan medis, termasuk seluruh peralatan yang dapat menunjang kesembuhan Hasyim.

Perawatan dokter kepresidenan itu tak sempat dirasakan Hasyim. Ia menghembuskan nafas terakhir sekitar 45 menit setelah jadwal salat isya tiba di Malang. K.H. Hasyim Muzadi meninggal pada 16 Maret 2017 di Malang, Jawa Timur pada pukul 06.15 WIB.

Karya tulis

-Membangun NU Pasca Gus Dur, Grasindo, Jakarta, 1999.
-NU di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, Logo, Jakarta, 1999.
-Menyembuhkan Luka NU, Jakarta, Logos, 2002.

Rangkuman Profil dan Perjalanan Karir

Nama Lengkap: Hasyim Muzadi
Tempat, Tanggal Lahir: Tuban, Jawa Timur, 8 Agustus 1943
Agama: Islam
Jabatan: Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (2 Desember 2004-2009)
Alamat: 
- PBNU Jl. Kramat Raya No. 168 Jakarta Pusat, Telp. (021) 3914013, 3914014, Faks. (021) 3914013
- Pondok Pesantren (Mahasiswa) Al Hikam, Jl. Cengger Ayam No. 25, Malang, Jawa Timur

PENDIDIKAN:

Umum:
-     Madrasah Ibtidaiyah Bangilan, Tuban
-     SMP, Tuban
-     Kuliyatul Muallimin Islamiyah (KMI) di Pondok Modern Darussalam, 

Gontor, Ponorogo
-     Kuliyatul Muallimin Islamiyah (KMI) di Pesantren Al-Anwar, Lasem, Rembang
-     Pesantren Al-Fadholi, Senori, Tuban
-     Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Malang

PERJALANAN KARIER:    

Pekerjaan:
-     Pendiri Pesantren Al-Hikam, Malang
-     Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Malang
      Legislatif :
-     DPRD Kab/Kota dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ( 1972 - 1982 )
-     DPRD Provinsi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ( 1986 - 1987 )

KEGIATAN LAIN:

-     Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Malang ( 1966 - 1969 )
-     Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Cabang Malang ( 1969 - 1973 )
-     Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Cabang Jawa Timur ( 1986 - 1989 )
-     Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor ( 1987 - 1991 )
-     Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Jawa Timur Nahdlatul Ulama ( 1997 - 2002 )
-     Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( 1999 - 2004 )

KELUARGA :

-     Mutamminah (isteri)
-     Anak: 6 orang (3 putri, 3 putra)



 Referensi
-https://id.wikipedia.org/wiki/Hasyim_Muzadi
-http://nasional.kompas.com/read/2017/03/16/08020331/perjalanan.kh.hasyim.muzadi.dari.pimpin.pb.nu.hingga.jadi.wantimpres
-https://profil.merdeka.com/indonesia/h/hasyim-muzadi/
-http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170316095428-20-200534/hasyim-muzadi-politik-dan-pendidikan-moderat/
-http://www.madinatuliman.com/3/6/253-biografi-kh-hasyim-muzadi.html
-http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/380-nu-bukan-demi-kekuasaan
-https://nasional.sindonews.com/read/1188790/15/profil-kh-hasyim-muzadi-1489626221