Kisah Fotografer Tanpa Jari Tangan



Jika anda merasa malas belajar, merasa tidak punya bakat, itu tandanya anda kurang bersyukur. Sebab ibu yang satu ini membuktikan bahwa dalam kekurangan sekalipun, ia tetap mau bekerja keras. Lengannya hanya sebatas siku. Tak ada jari diujung tangannya. Tetapi dia menekuni profesi yang nyaris tak terbayangkan bagi orang-orang yang punya keterbatasan, menjadi fotografer. Perempuan fotografer ini menjadi sumber inspirasi


Memotret tanpa jari, tak terbayangkan sebelumnya buat saya. Tapi ini sebuah kisah nyata yang dialami oleh Ibu Rusidah, perempuan fotografer, memotret dengan keterbatasan diri sebagai tuna daksa. Kenyataan memiliki tangan hanya selengan, tanpa kehadiran jari dan telapak di kedua tangan, tak menghalangi Rusidah menjadi fotografer profesional. Rusidah kehilangan kedua tangan ketika duduk di bangku sekolah dasar.



Namun kata putus asa tidak pernah berada dalam kamusnya. Rusidah seolah tak ingin lagi bicara soal tangannya. Sekarang dia hanya berpikir bagaimana mengisi hidupnya ke depan. Petualangan sebagai fotografer  dimulai saat Rusidah lulus SMA pada 1989. Lulus SMA, dia masuk ke Panti Rehabilitasi Sentrum (RS) Dr. Suharso, Solo. Di sanalah dia mulai belajar fotografi hingga 1992. Karena tidak lagi punya jari tangan, Rusidah terpaksa memodifikasi sendiri kameranya.



Setelah keluar panti, dia mulai menjadi tukang foto keliling. Namun, masyarakat meragukan kemampuannya. Rusidah sempat minder, namun dia tetap mendalami ilmu fotografi. Ilmunya semakin matang. Hasil jepretannya pun lumayan oke. Keahlian itu akhirnya sampai ke telinga pemerintah daerah setempat. Sehingga Rusidah mendapat bantuan kamera pada 1995



Tekad dan semangatnya menjadi fotografer justru mendatangkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Beberapa kali Rusidah menerima bantuan peralatan fotografi dari pemerintah setempat. Kamera yang kini dipakai Rusidah adalah pemberian Pemerintah Daerah Purworejo.

Lama-kelamaan masyarakat tahu kiprahnya. Selain menerima panggilan untuk mengabadikan berbagai momen penting seperti pernikahan dan acara-acara di lingkungan kantor pemerintahan, Rusidah juga mengelola  studio kecil, di rumahnya di Desa Botorejo, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo – Jawa Tengah. Sejumlah pihak ternyata merasa puas dengan kinerja Rusidah. Karenanya ia menjadi juru foto tetap tim Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang dipimpin istri Bupati Purworejo. Nama Rusidah memang mulai dikenal.

Rusidah bukan hanya lihai mengoperasikan kameranya. Ia juga mampu melaksanakan berbagai tugas sehari-hari di rumah. Termasuk mempersiapkan anak semata wayangnya Nugroho berangkat sekolah. Semangat Rusidah memang mengundang simpati.

Beberapa kali Rusidah menerima bantuan peralatan fotografi. Meski sempat terpinggirkan akibat kemajuan teknologi fotografi yang demikian cepat, Rusidah mampu bangkit kembali. “Saya tak pernah merasa putus asa,” katanya. Rusidah kini memang sangat menikmati pekerjaannya sebagai juru foto. Salah satu acara yang biasa ditunggunya adalah hunting foto atau berburu foto saat acara kirab di kampungnya.

Ingin punya studio



Langkah Rusidah tidak berhenti hanya menjadi fotografer panggilan. "Dari dulu saya ini ingin punya studio foto di pinggir jalan," ungkapnya. Selama ini, Rusidah menyulap rumah kontrakan sederhana di Desa Boto Ndaleman, Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, menjadi studio mini.


Kini ia dan suaminya yang berdagang es krim itu, sedang membangun studio foto di pinggir jalan. Alat perlengkapan studio sudah mulai terkumpul berkat bantuan PT Datascrip yang adalah distributor kamera Canon di Indonesia. Anaknya juga mulai belajar mengedit foto hasil karyanya. "Saya juga selalu mendapat dukungan dari teman-teman fotografer, misalnya dikasih buku fotografi atau cara bisnis fotografi," katanya. Rusidah tidak pernah membeli kamera sendiri, termasuk saat masuk era digital.

Rusidah yang tahun lalu diundang Ani Yudhoyono pada pembukaan pameran fotonya di Galeri Nasional, hanya membekali dirinya dengan kamera yang diberikan pengagum yang bersimpati padanya. "Cacat ini kan bukan penyakit, jadi bukan alasan kalau kita ingin berkarya," ujar Rusidah. Beda dirinya dengan orang-orang yang lengkap fisiknya adalah kalau orang normal mengerjakan sesuatu selama 1 menit, maka penyandang cacat sepertinya menghabiskan waktu 5 menit. "Walau cacat tetapi hati saya normal," katanya. Keinginan lain Rusidah selain memiliki studio foto di pinggir jalan adalah memotret ke luar negeri.


Referensi :
- http://ariefachmads.blogspot.co.id/2012/10/ibu-rusidah-fotografer-tanpa-jari-dari.html
- https://www.dream.co.id/your-story/rusidah-sang-fotografer-tanpa-jari-rusidah-sang-fotografer-tanpa-jari-140930o.html
- https://www.kaskus.co.id/thread/587ea96bd44f9f121e8b4567
- http://www.dw.com/id/fotografer-tanpa-jari-tangan/g-37090449

No comments:

Post a Comment