Pernahkah Anda menonton
“Film Pompeii (2014)”? sebuah film petualangan yang bercerita tentang
meletusnya Gunung Vesuvius yang menghancurkan kota Romawi kuno, khususnya Kota
Pompeii.
Film yang diangkat dari kisah tahun 79 Masehi ini bercerita
tentang seorang budak yang tengah menjalin cinta dengan putri majikannya. Ia
berharap suatu hari nanti dia bisa menghirup kebebasan dan menikah dengan gadis
pujaannya.
Namun, perjalanan cintanya mengalami rintangan hingga
munculnya musibah dasyat beruba meletusnya Gunung Vesuvius dengan kekuatan 40
bom nuklir selama dua hari. Alkisah, dalam film yang dibintaingi Emily
Browning, Kiefer Sutherland dan Kit Harington ini menyebabkan kejadian mengerikan
berupa menghancurleburkan Kota Pompeii.
Pompeii adalah sebuah kota kuno yang telah didirikan pada
abad ke 6 SM oleh keturunan berbahasa Oscan penduduk Neolitik Campania,
kemudian berakhir di bawah Yunani, Etruscan, Samnite dan akhirnya di bawah
kekuasaan Romawi.
Sebagai sebuah koloni Romawi, Pompeii sangat makmur sebagai
pelabuhan dan sebagai tujuan wisata, bukti yang dapat ditemukan di banyak
villa, kuil, teater dan pemandian dibangun di seluruh kota.
Pompeii juga memiliki amfiteater, forum, dan basilika.
Pompeii adalah rumah bagi sekitar 20.000 jiwa. Pada 63 M gempa bumi menyebabkan
kerusakan yang luas untuk Pompeii dan dalam tahun-tahun berikutnya ada upaya
untuk memperbaiki beberapa kerusakan.
Musibah melandanya pada tanggal 24 Agustus, 79 M ketika
gunung berapi Vesuvius meletus dan menyelimuti kota dengan debu dan abu.
Menurut catatan sejarah, kota ini tersebut terkubur sekitar 1.500 tahun, sampai
kemudian arsitek Italia, Domenico Fontana, menyingkap sedikit demi sedikit
situs kota kuno tersebut.
Laporan saksi mata satu-satunya yang bertahan dan dapat
diandalkan tentang peristiwa ini dicatat oleh Plinius Muda dalam dua pucuk
surat kepada sejarahwan Tacitus.
Kala itu, dari rumah pamannya di Misenum, sekitar 35 KM dari
gunung berapi itu, Plinius melihat sebuah gejala luar biasa yang terjadi di
atas Gunungn Vesuvius: sebuah awan gelap yang besar berbentuk seperti pohon
pinus muncul dari mulut gunung itu. Setelah beberapa lama, awan itu dengan
segera menuruni lereng-lereng gunung dan menutupi segala sesuatu di sekitarnya,
termasuk laut yang di dekatnya.
“Awan” yang digambarkan oleh Plinius Muda itu kini dikenal
sebagai aliran piroklastik, yaitu awan gas yang sangat panas, debu, dan
batu-batu yang meletus dari sebuah vulkano.
Plinius mengatakan bahwa beberapa gempa bumi terasa pada
saat letusan itu dan diikuti oleh getaran bumi yang dahsyat. Ia juga mencatat
bahwa debu juga jatuh dalam bentuk lapisan-lapisan yang sangat tebal dan desa
tempat ia berada harus dievakuasi. Laut pun tersedot dan didorong mundur oleh
suatu “gempa bumi”, sebuah gejala yang disebut oleh para geolog modern sebagai
tsunami. [Wikipedia, Pompeii]
Ekskavasi besar-besaran baru dimulai tahun 1700-an, dan
sejak itu Pompeii menjadi situs arkeologi yang penting di dunia. Informasi
mengenai kehidupan sehari-hari masyarakat Romawi kuno terungkap berkat
reruntuhan Pompeii, yang “membeku” di bawah timbunan abu vulkanik.
Debu-debu hasil meletusnya gunung berapi Vesuvius pada 24
Agustus tahun 79 Masehi di kota tersebut telah mengawetkan semuanya, mulai dari
penduduk sampai bangunan-bangunan di kota tersebut. Tapi tahukah Anda? Bahwa
seluruh situs bersejarah ini juga ternyata ditemukan secara tidak sengaja.
Reruntuhan Pompeii pertama kali ditemukan oleh Domenico
Fontana, seorang arsitek dalam penggaliannya menyusuri sungai Sarnus pada tahun
1599. Tak sengaja ia menemukan beberapa prasasti yang berkaitan dengan
peninggalan Romawi Pompeii, namun ia belum menyadari bahwa dilokasi tersebut
merupakan lokasi terkuburnya kota Pompeii.
Ketika Domenico Fontana bekerja pada sebuah proyek
hidrolika, kota ini belum tergali sampai ditemukan kembali pada 1748 oleh
insinyur Spanyol Rocque militer Joaquin de Alcubierre. [Indopos, Jumat, 4 Juli
2014, Ini Dia, Penemuan-Penemuan Peradaban yang Dianggap Penting]
Pada 1710, seorang petani juga sempat menemukan beberapa
potongan marmer saat menggali sumur dilokasi terkuburnya kota Pompeii, dan
menjualnya kepada seorang pangeran. Pangeran tersebut lalu memerintahkan
penggalian untuk mencari artifak lainnya. Namun ketika itu penggalian
terkendala oleh keterbatasan tenaga dan alat. Barulah pada tahun 1748,
dilakukan upaya serius untuk menggali reruntuhan kota kuno Romawi tersebut.
Rocque Joaquin de Alcubierre yang memimpin penggalian mengetahui bahwa artefak
juga telah ditemukan di dekat kanal Sarno dan mulai menggali dilokasi yang
sekarang kita tahu adalah Pompeii kuno.
Lalu pada tahun 1860, Giuseppe Fiorelli memimpin penggalian
dan menemukan ruang-ruang kosong dalam lapisan-lapisan abu vulkanik. Dengan
teknik injeksi plester, tampaklah bahwa ruang-ruang kosong itu tercipta karena
membusuknya tubuh manusia yang pernah menempatinya. Apa yang ditemukan
selanjutnya benar-benar menggambarkan kengerian warga Pompeii menjelang
detik-detik akhir kehidupan mereka.
Pasca penemuan ini, sisa-sisa reruntuhan dan bekas kota yang
telah dihujani batu api dan lahar ini menjadi tontonan dan kunjungan para
wisatawan.
Sekitar 2,5 juta wisatawan mengunjungi reruntuhan Pompeii,
Italia, setiap tahunnya karena terpesona oleh peradaban manusia pada abad
pertama dan bencana gunung berapi yang telah memusnahkannya. Bisa dibilang
reruntuhan Pompeii dianggap peninggalan peradaban kuno yang terlengkap yang
pernah ada.
Lava dan debu dari letusan maha dasyat gunung tersebut yang
terjadi dua milenia yang lalu membumihanguskan penduduk kota. Malapetaka itu
terjadi dalam waktu yang sangat mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang
ada di kota termasuk segala aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung.
Aktifitas yang dilakukan penduduk dan segala peninggalan yang ada ketika
bencana terjadi kini masih tertinggal persis sama seperti ketika bencana
tersebut terjadi dua ribu tahun yang lalu, seolah-olah waktu tidak bergeser
dari tempatnya.
Pemusnahan Pompeii dari muka bumi oleh bencana yang demikian
dasyat ini tentunya bukan tanpa maksud. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kota
tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan dan kemungkaran. Kota tersebut
dipenuhi oleh meningkatnya jumlah lokasi perzinahan atau prostitusi. Saking
banyaknya hingga jumlah rumah-rumah pelacuran tidak diketahui. Organ-organ
kemaluan pria dengan ukurannya yang asli digantung di pintu tempat-tempat
pelacuran tersebut.
Menurut tradisi ini, yang berakar pada kepercayaan Mithraic,
organ-organ seksual dan hubungan seksual sepatutnya tidaklah tabu dan dilakukan
di tempat tersembunyi; akan tetapi hendaknya dipertontonkan secara terbuka.
Namun Tuhan berkehendak lain. Lava gunung Vesuvius menghapuskan
keseluruhan kota tersebut dari peta bumi dalam waktu sekejap. Yang paling
menarik dari peristiwa ini adalah tak seorang pun mampu meloloskan diri dari
keganasan letusan Vesuvius. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada
di kota tersebut tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat sekejap
tersebut, wajah mereka terlihat berseri-seri.
Bahkan ada jasad dari satu keluarga yang sedang asyik
menyantap makanan sempat terawetkan pada detik-detik tersebut. Selain itu,
banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya terawetkan berada pada posisi
(maaf) sedang melakukan persetubuhan. Yang paling mengagetkan adalah terdapat
sejumlah pasangan yang berkelamin sama, dengan kata lain mereka melakukan
hubungan seks sesama jenis (homoseksual). Ada pula pasangan-pasangan pria dan
wanita yang masih ABG. Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat yang
terawetkan dengan raut muka yang masih utuh.
Secara umum, raut-raut muka mereka menunjukkan ekspresi
keterkejutan, seolah bencana yang terjadi datang secara tiba-tiba dalam
sekejab.” [Harun Yahya, Pompeii: Mengulang Sejarah Kaum Luth]
Reruntuhan Pompeii bahkan memberikan perspektif yang unik
bagi arkeolog tentang kehidupan Romawi. Kita bisa mendapatkan gambaran yang
jelas tentang sebuah kota dalam krisis, karena abu telah mengawetkan segalanya
begitu baik, termasuk keluarga yang berkumpul bersama-sama, penjahat yang masih
dalam rantai, hewan yang ditinggalkan berdiri dan lukisan dinding yang sempurna
seperti diawetkan. . [Indopos, Jumat, 4
Juli 2014, Ini Dia, Penemuan-Penemuan Peradaban yang Dianggap Penting]
“Meskipun ledakan gunung ini terjadi sekitar 2.000 tahun
lalu, namun kami tidak tahu apa yang akan kami temukan, apakah jasad seorang
anak laki-laki, seorang ibu atau bahkan seluruh anggota keluarga. Ini adalah
arkeologi manusia bukan sekadar arkeologi,” tandas Giudice dikutip BBC. [ BBC, 5 April 2010, Fosil Warga Pompeii Dipamerkan]
Hujan batuan vulkanis dalam jumlah luar biasa itu menghantam
kota dan mengakibatkan sebagian besar penduduk dan berbagai jenis hewan tewas
seketika.
Akibat timbunan abu vulkanis, jasad manusia dan hewan yang
menjadi korban terawetkan selama ribuan tahun dan sekarang menjadi subyek
sebuah pameran Museum Antiquarium de Boscoreale, dekat reruntuhan kota Pompeii.
Sebagian dari sisa-sisa kerangka manusia dan hewan korban
bencana itu diawetkan para ahli menggunakan lapisan campuran plester khusus
untuk merekonstruksi sosok mereka semasa hidup.
“Hingga kini, jasad-jasad warga Pompeii masih tersebar di
sekitar kota ini atau di berbagai museum di seluruh dunia. Namun belum pernah
dipamerkan secara bersamaan,” kata Grete Stefani, penyelenggara pameran
arkeologi temuan Kota Pompeii yang hilang.* [ BBC, 5 April 2010, Fosil Warga Pompeii Dipamerkan]
Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii mirip
dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an
secara khusus mengisyaratkan “pemusnahan secara tiba-tiba” ketika mengisahkan
peristiwa yang demikian ini. Misalnya, “penduduk suatu negeri” sebagaimana
disebut dalam surat Yaasiin ayat 13 musnah bersama-sama secara keseluruhan
dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan sebagaimana berikut:
إِن كَانَتْ إِلاَّ صَيْحَةً
وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ
“Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja;
maka tiba-tiba mereka semuanya mati.” (QS. Yaasiin, 36:29)
Di surat Al-Qamar ayat 31, pemusnahan dalam waktu yang
singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan:
إِنَّا
أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَكَانُوا كَهَشِيمِ الْمُحْتَظِرِ
“Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang
keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang
dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang.”
Demikianlah tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu Wata’ala.
Semoga kita bisa merenunginya.
No comments:
Post a Comment