Ulama Dengan Seribu Karangan

Berbicara mengenai ilmu merupakan pembicaraan yang tak akan pernah habis. Bagai lautan tak bertepi. Begitu banyaknya keindahan yang dapat diperoleh dalam membicarakannya. Keutamaannya yang amat sangat besar membuat orang-orang berlomba-lomba menggapainya sedapat mungkin dengan kemampuan terbaik yang mereka miliki. Jika pemburu dunia tidak akan pernah puas terhadap apa yang diperolehnya, demikian pula pemburu ilmu juga tak akan pernah puas menggapainya. Bagaimana tidak? Sedangkan ilmu adalah satu-satunya warisan yang ditinggalkan para Nabi dan Rasul -‘alaihimussalam-, bukan harta benda yang lambat laun akan habis.

Jika kita melihat perjalanan para ulama kita dalam menuntut ilmu, niscaya kita akan merasa hina karena ternyata kita tidak ada apa-apanya dibanding dengan mereka. Tidak ada waktu yang pernah mereka sia-siakan. Semuanya mereka manfaatkan untuk belajar dan belajar mencari kemuliaan. Ada di antara mereka yang sampai tidak pernah tidur di dipan selama 30 tahun karena ilmu. Tempat tidurnya adalah bangku belajar. Jika terbangun, ia meneruskan belajarnya. Ada pula mereka yang sampai tidak sempat makan sehingga mereka harus melunakkan makanan sehingga ketika dikunyah tidak menghabiskan waktu.

Imam Malik sendiri pernah menganjurkan, bagi seorang penuntut ilmu seyogyanya mempercepat pekerjaannya dalam tiga hal, yaitu ketika makan, menulis, dan berjalan. Hal tersebut tentu agar waktu tidak terbuang tiada arti.

Dalam Sunnah, kta jumpai sabda Rasulullah SAW yang isinya motifasi bagi seorang mukmin, yang paling jelas antara lain, “Berantusiaslah terhadap apa yang bermanfaat bagimu dan jangan melemah!”

Tidak ragu, bahwa ulama adalah sosok yang menerangi jalan kaum mukmin. Di dunia ini tidak ada manusia yang lebih mulai dibanding ahli ilmu. Adapun ahli dunia atau yang lainnya, kemuliannya di bawah ahli ilmu. Nama ahli ilmu selalu dikenang meski jasad mereka telah tiada. Seakan-akan mereka hadir di tengah-tengah kita meskipun mereka telah wafat ribuan tahun silam. Namun ahli dunia, seberapa pun kekayaannya, nama mereka tak lagi dikenal seiring ajal menjemput mereka.

Jasa-jasa yang ditorehkan ulama-ulama itu kiranya sangatlah besar. Mereka mengorbankan diri demi kepentingan umat. Bahkan mereka lebih mementingkan kepentingan umat daripada kepentingan mereka. Merekalah pembala agama Allah yang sejatinya. Melalui lisan dan tulisan mereka berjuang. Murid-murid mereka pun melanjutkan perjuangan mereka.

Berikut adalah sekelumit gambaran ulama-ulama tangguh yang tinggi himmahnya. Mereka banyak menulis kitab-kitab untuk disumbangkan dan diwariskan pada orang-orang setelah mereka. Mudah-mudahan dengan mebaca sekelumit kisah mereka ini, semangat kita ikut terangkat dan dapat menepaki jejak mereka memperjuangkan agama Allah dan meraih kemuliaan yang hakiki. Aamiin.

Ibnu Abi Ad-Dun-ya, Ibnu ‘Asakir, dan Ibnu Syahin


Salah Satu Ensiklopedi karangan Ibnu Abi Dunya
Ibnu Abi Ad-Dun-ya meninggalkan 1000 karangan, Ibnu ‘Asakir mengarang kitab sejarahnya dalam 80 jilid. As-Suyuthi mengatakan, “Karangan terbanyak adalah Ibnu Syahin. Beliau mengarang 330 karangan, di antaranya tafsir dalam 1000 juz, Al-Musnad dalam 1500 juz.” Berkata As-Suyuthi, “Ini termasuk keberkahan zaman, seperti juga tempat. Termasuk di antara para pewaris isra’ dan malam lailatul qadar.” Dinukil dalam Al-Minah Al-Badiyyah.

Ibnu Hazm dan Ibnu Abi Hatim Ar-Razi

Al-Muhalla, Salah satu karangan termasyhur dari Ibnu Hazm
Imam Abu Muhammad ‘Ali bin Hazm telah meninggalkan 400 jilid karangan yang mencakup 80000 lembar. Imam Abu Muhammad ‘Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Razi telah mengarang sejumlah kitab dalam fiqih, hadits, tarikh. Di antaranya adalah kitabnya, Al-Musnad, dalam 1000 juz. Disebutkan dalam Ath-Thabaqat As-Subkiyyah.

Al-Hakim An-Naesaburi
Abu ‘Abdillah Al-Hakim yang dikenal dengan Ibnul Bayyi’, penulis Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, telah mengarang sampai 1500 juz. Di antaranya adalah Takhrij Ash-Shahihain, Al-‘Ilal, Al-Amali, Fawaid Asy-Syuyukh, Tarikh Naesabur, dan selainnya.

Abul Hasan Al-Asy’ari
Kitab-kitab Imam Abul Hasan Al-Asy’ari mencapai 50 kitab, kecil dan besar. Mayoritasnya untuk membantah kelompok-kelompok sesat. Ini termasuk sesuatu yang sulit dalam mengarang yang membutuhkan banyak waktu.


Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, dan Al-Baehaqi




Majmu Fatawa karya Imam Ibnu Taimiyyah

Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah telah mengarang 300 karangan dalam pelbagai disiplin ilmu yang terkumpul dalam sekitar 500 jilid. Sementara santrinya, Ibnu Qayyimil Jauziyyah, telah mengarang sekitar 50 jilid, besar dan kecil. Sedangkan Imam Al-Baehaqi telah mengarang 1000 juz. Seluruhnya karangan hebat, jarang bandingannya, berfaidah banyak. Beliau berpuasa selama 30 tahun.

Muhammad bin Sahnun Al-Maliki

Muhammad bin Sahnun Al-Ifriqi, yang masyhur, telah meninggalkan kitabnya yang besar dalam 100 juz dalam fiqih, sirah (perjalanan hidup), tarikh, beberapa disipilin ilmu, kitab Ahkam Al-Quran juga, dan selainnya.

Abu Bakar bin Al-‘Arabi Al-Ma’afiri

Telah mengarang Imam Abu Bakar bin Al-‘Arabi Al-Ma’afiri, yang dimakamkan di Fas, tafsirnya yang besar dalam 80 juz. Beliau memiliki beberapa karangan lainnya, seperti Syarah At-Tirmidzi (‘Aridhah Al-Ahwadzi), Syarah Al-Muwaththa’, Ahkam Al-Quran Al-Kubra, Ahkam Al-Quran Ash-Shughra, Al-Qawashim wa Al-‘Awashim, Al-Mahshul fi Al-Ushul. Seluruhnya termasuk karangan-karangan tingkatan (thabaqat) tertinngi. Ini jarang adanya.

 Abu Ja’far Ath-Thahawi

Abu Ja’far Ath-Thahawi telah mengarang bantak karangan dan telah menulis dalam satu masalah, yaitu Apakah Hajinya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– itu Qiran atau Ifrad?, dalam 1000 kertas (halaman).

 Abu ‘Ubaedah, Ibnu Suraij, Ibnu Habib Al-Andalusi

Karangan-karangan Abu ‘Ubaedah –Ma’mar bin Al-Mutsanna- telah menyampai 200 dalam pelbagai macam disiplin ilmu. Sementara karangan-karangan Ibnu Suraij mencapai 400, dan Al-Qadhi yang mulia mencapai 101. Dan karya-karya ‘Abdul Malik bin Habib, ulamanya Sepanyol, mencapai 1000 kitab. Disebutkan dalam Nafh Ath-Thayyib.

[Dinukil dan diterjemahkan dari Qimah Az-Zaman ‘Inda Al-‘Ulama (87-89), karya Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah –rahimahullah-]

No comments:

Post a Comment