Ketika bangunan Ka’’bah nyaris sempurna, ternyata ada yang
kurang yakni sebuah batu. Ath-Thabari menyebutkan “Ketika itu Nabi Ismail ingin
menyempurnakan Ka’bah dengan sebuah benda, tetapi Nabi Ibrahim berkata, ‘Jangan
! Carilah batu yang seperti aku perintahkan.’ Nabi Ismail pun pergi mencari
batu. Ketika ia kembali, ternyata Nabi Ibrahim sudah meletakkan sebuah batu
hitam. Nabi Ismail lalu bertanya,
‘Wahai ayah, dari manakah engkau mendapatkan batu itu?’
‘ Yang membawa batu ini adalah dia yang tidak dapat
menunggumu yaitu Jibril. Ia membawanya dari langit’”
Imam Ath-Thabari juga menyebutkan riwayat lain. Pada intinya
riwayat ini sama dengan riwayat sebelumnya, hanya saja pemaparannya lebih
rinci. Imam Ath-Thabari menyandarkan riwayat tersebut pada Ali bi Abi Thalib
RA. Ia berkata, “ Nabi Ibrahimlah yang membangun pondasi Ka’bah, kemudian dia
dan Nabi Ismail meninggikan bangunannya sampai pada posisi rukun ( Sudut)
Ka’bah. Lalu, Nabi Ibrahim berkata pada Nabi Ismail,
‘Wahai anakku! Carilah sebuah batu untuk dijadikan tanda
bagi manusia.’ Nabi Ismail pun datang membawa sebuah batu, tetapi Nabi Ibrahim
tidak menyukainya.
‘Carilah batu yang lain.’ Nabi Ismail segera pergi untuk
mencari batu yang lain. Tapi, ketika Nabi Ismail kembali, Ia mendapati Nabi
Ibrahim sudah meletakkan sebuah batu di tempat itu. Nabi Ibrahim bertanya,
‘Wahai ayahku! Siapa yang membawakan batu itu untukmu?’
‘Yang membawanya adalah seseorang yang tidak ingin melihatku
bersandar padamu (Jibril).”
Hajar aswad adalah batu lonjong yang tidak beraturan.
Berkilau dan berwarna hitam kemerahan yang di atasnya ada goresan berwarna
merah dan kuning. Dalam sebuah kitab disebutkan,”Boleh jadi, Hajar aswad adalah
sejenis meteor karena ia dapat memancarkan cahaya ke arah barat, timur, Syam
dan Yaman hingga ke lembah-lembah di Tanah Haram. Dan, dilihat dari karakternya
yang bersinar, menunjukkan bahwa batu itu aslinya tidak berwarna hitam. Memang,
ada sebagian meteor yang berubah warna karena perjalanan waktu dan ada pula
yang tetap berkilau dan bersinar. Bahkan, sebagian sejarawan mengatakan bahwa
batu itu menjadi hitam karena perbuatan dosa kaum Jahiliyah. Adapun kata ‘nizayak’ ( batu meteor ) sendiri sebenarnya berasal dari bahasa
Persia, ‘Yanzah’. Yanzah adalah salah
satu komet yang tampak seperti planet yang lepas dari angkasa. Planet tersebut
sering terlihat di bulan Agustus.
Mengenai penghormatan pada Hajar Aswad, Para ulama
berpendapat bahwa itu tidak lain adalah karena Hajar Aswad memiliki keterkaitan
dengan sesuatu yang suci dan mulia. Hajar Aswad yang diletakkan Nabi Ibrahim AS
di Ka’bah, pertama; adalah tanda akan
kesusahan yang ia rasakan ketika diperintah Allah untuk meninggikan bangunan
Ka’bah. Kedua, Hajar Aswad adalah
tanda untuk mengenang Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS yang telah meninggikan
bangunan Ka’bah sebagai tempat berkumpulnya manusia dan tempat yang aman untuk
beribadah. Ketiga, Hajar Aswad adalah
hujjah Nabi Ibrahim AS dan Nabi
Ibrahim AS bahwa Baitullah telah selesai dibangun—dan kepemilikannya ada pada
Allah SWT- untuk kemudian menjadi tempat bagi orang-orang yang tawaf, I’tikaf,
rukuk dan sujud. Itulah sebabnya, Nabi Ibrahim AS meletakkan Hajar Aswad di
sudut paling dekat ke pintu, sebagai batas pertama untu memulai tawaf. Jadi,
atas dasar itulah Hajar aswad diagungkan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS serta
disucikan umat Islam sampai sekarang dan yang akan datang.
Imam Ahmad dan al-Bukhari meriwayatkan bahwasanya Rasulullah
SAW berhenti di Hajar Aswad dan berkata, “Sesungguhnya aku tahu engkau hanyalah
batu yang tidak mendatangkan bahaya atau manfaat.” Lalu, beliau mengecupnya.
Demikian juga ketika Abu Bakar RA menunaikan ibadah haji, ia berhenti di Hajar
Aswad dan berkata, “Sesungguhnya aku tahu betul engkau hanyalah batu yang tidak
bermanfaat dan tidak berbahaya. Jika Rasulullah SAW tidak menciummu, aku tidak
akan menciummu.” Umar bin Al-Khaththab RA, ketika ia menunaikan ibadah haji
bersama kaum muslimin, pun melakukan hal yang sama.
Ibnu Bathutah sendiri sebagai sosok petualang, juga pernah
menggambarkan Hajar Aswad sebagaimana yang ia saksikan saat berkunung ke Mekah.
Ia menuturkan,” Hajar Aswad yang tingginya 6 jengkal dari tanah itu, membuat
orang yang badannya tinggi harus menunduk ketika hendak menciumnya dan orang
yang berbadan kecil harus mendongak. Hajar Aswad ditematkan di sudut yang
menghadap timur, lebarnya sepertiga jengkal dan panjangnya sejengkal lebih
sedikit. Tidak ada yang tahu berapa dalam ia masuk di sudut itu. Hajar Aswad
sendiri terdiri dari empat potongan yang menempel dan dilindungi lempengan
perak dan batu yang berwarna hitam ini, membuatnya tampak elok dan jelas.
Orang-orang merasa nikmat saat mengecupnya, seolah bibir mereka tidak ingin
lepas. Hal itu karena Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, ‘Hajar Aswad adalah
sumpah Allah yang ada di bumi ( Semoga Allah memberikan manfaat bagi kita yang
mencium dan mengusapnya. Semoga Allah mempertemukan siapapun yang rindu
padanya).’ Adapun Hajar Aswad yang sebenarnya adalah potongan yang di
sebelahnya ada almawali yakni titik
titik putih terang seperti permata yang ada di dalam lingkaran perak. Banyak
orang yang tawaf, berjatuhan hanya untuk menciumnya. Hanya sedikit orang yang
berhasil menciumnya, itupun setelah melalui perjuangan yang keras menembus
keramaian.
Karena kemuliannya pula, tawaf harus dimulai dari posisi
Hajar Aswad. Setiap orang yang akan memulai tawaf menghadap ke Hajar Aswad, ia
memberi syarat, lalu mundur sedikit dan memposisikan Ka’bah di sebelah kirinya
kemudian mulai berjalan. Setelah itu, ia akan melewati Rukun Iraki atau sisi
utara, Lalu rukun Syami atau sisi barat, dan kemudian Rukun Yamani atau sisi
selatan dan kembali lagi ke Hajar Aswad yang menghadap timur.
Disadur ulang dari Buku : Sejarah Kabah
Penerbit Turos
Hal-38-42
No comments:
Post a Comment