Tidak sembarang ulama yang memperoleh gelar Syeikhul Islam. Ulama yang memiliki ketinggian ilmu saja yang pantas menyandangnya.
Gelar Syeikhul Islam biasanya diberikan oleh beberapa ulama
kepada seorang ulama atas ketinggian ilmunya. Ada beberapa kriteria
untuk dapat menyandangnya. Ibnu Nashiruddin, dalam kitab Radd al-Wafir, mencatat beberapa kriteria tersebut. Pertama, seorang tokoh yang paham al-Qur’an dan as-Sunnah dengan perbedaan qira’ah dan asbab an-nuzul-nya. Kedua, menguasai bahasa Arab secara sempurna. Ketiga, menguasai masalah ushul (pokok) dan furu’ (cabang) dalam Islam. Juga, ia adalah ulama yang menjaga ibadahnya, tawadhu, dan tak menganggap diri manusia maksum.
Walhasil, tak banyak ulama yang menyandang gelar tersebut. Berikut ulama yang bergelar Syeikhul Islam.
1. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
Pemilik nama lengkapnya Asy-Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad
Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Maqdisi ini
lahir di Nablusi, dekat Baitul Maqdis, Palestina, pada 541 Hijriah. Usia
10 tahun, ia sudah menghafal al-Qur`an.
Menginjak usia 20 tahun, Ibnu Qudamah, pergi ke Baghdad untuk
menuntut ilmu kepada beberapa ulama, antara lain: Abu Zur’ah bin Thahir,
Ahmad bin Muqarib, dan ulama perempuan Khadijah an-Nahrawaniyah. Merasa
belum puas, ia lanjutkan perjalanan menuntut ilmu pada ulama di
Damaskus dan Makkah.
Beberapa ulama, seperti Hafidz Dziya’ al-Maqdisi dan Hafidz al-Mizzi
mengakui gelar Syeikhu Islam pantas melekat pada Ibnu Qudamah
al-Maqdisi. Semasa hidupnya, Ibnu Qudamah telah menelurkan berbagai karya. Di antara nya al- Mughni (fiqih), al- I’tiqad (aqidah), ar- Raudhah, dan al-Burhan. Selain itu ia menulis biografi para ulama yang telah menjadi gurunya. Ibnu Qudamah wafat pada hari Sabtu, bertepatan dengan hari Ied pada 620 Hijriah.
2. Izzudin bin Abdissalam
Izzudin, lahir tahun 577 hijriyah. Ia berguru pada ulama ternama, seperti Hafidz Ibnu Asakir dan Saif al-Amidi. Ia adalah ulama yang berani berkata haq di hadapan penguasa. Sikap
beraninya ini membuat beberapa penguasa Mesir di waktu itu tidak mampu
menentangnya, termasuk ketika Izzudin meminta agar mereka menyiapkan
pasukan untuk menghadapi pasukan Tatar di Syam.
Beberapa karya yang pernah ditulisnya adalah al-Qawa’id al-Kubra, Majaz al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an, Muhtashar Shahih Muslim, dan Al Fatawa al-Mishriyah.
Itulah makanya, Tajuddin as-Subki, Ibnu al-Imad, Tilmitsani, dan Imam
as-Suyuthi memberikan gelar Syeikhu Islam kepada Izzudin. Ia wafat
tahun 660 H dan dimakamkan di Cairo, Mesir.
3. Imam Nawawi
Lahir di Nawa, sebuah desa yang berada di Propinsi Dar’an Suriah pada 631 H. Keluarganya sangat menghargai ilmu dien. Di tahun 649 hijriyah, ia melakukan perjalanan ke Damaskus, Syria
untuk mempelajari kitab Tanbih dan al-Muhadzab. Kitab rujukan dalam
madzhab Syafi’i itu berhasil ia lahap dalam tempo 4,5 bulan. Dalam
sehari ia menghadiri 12 majelis ilmu dalam berbagai macam disiplin ilmu.
Beliau juga termasuk ulama yang produktif, beberapa karya beliau antara lain, Syarah Shahih Muslim, Syarah Muhadzab, dan Riyadh as-Shalihin.
Banyak ulama yang mengakui Imam Nawawi sebagai Syeikhul Islam.
Di antaranya, Tajuddin As Subki dalam Thabaqat-nya, Imam Sakhawi dalam
al-Ihtimam, serta Syaikh Abdul Ghani Daqqar dalam karyanya Imam an-Nawawi Syeikhu Islam wa al-Muslimin. Beliau wafat pada tahun 676 H dan dikebumikan di Nawa.
4. Taqiyuddin Ibnu Daqiq al-Ied
Lahir pada 625 hijriyah, berasal dari keluarga terpandang. Melalui
ayahnya, Abu Hasan Ali bin Wahab yang juga seorang ulama ia mendalami
fikih mazhab Syafi’i. Ia juga mempelajari hal yang sama kepada murid
ayahnya, Al Baha’ al-Qufthi. Sedangkan, ilmu bahasa Arab ia berguru
kepada Muhammad bin Fadh al-Mursi.
Semangatnya dalam menuntut ilmu begitu kuat. Taqiyuddin terbang ke Cairo dan berguru kepada Izzudin bin Abdissalam. Ia pernah mengajar di Dar al-Hadits, Qahira. Banyak ulama yang
mengakui ketinggian ilmunya. Al Adfawi pernah berkata, ”Tidak ragu lagi
bahwa ia adalah seorang mujtahid, tak ada yang menyanggah, kecuali orang-orang yang keras kepala.”
Karya yang telah dihasilkan, di antaranya Ihkam al-Ahkam, Syarh Umdah al-Ahkam, al-Iqtirah (Musthalah Hadits), dan Syarh Muqadimah Mathruzi (ushul fikih).
Beberapa ulama telah menyebutnya sebagai Syeikhul Islam, antara lain Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat-nya, Imam ad-Dzahabi dalam Tadzkirah al-Huffadz, dan Ibnu Hajar al-Haitami al-Maki. Taqiyuddin wafat pada 716 H.
5. Taqiyuddin Ibnu Taimiyah
Setelah pasukan Tatar menguasai Harran (kini berada di Turki), ia
yang lahir di tahun 661 hijriyah, diajak ayahnya hijrah ke Damaskus. Di
sana ia berguru kepada beberapa ulama, salah satunya Ibnu Abdu al-Qawi
at-Thufi.
Penguasaan terhadap ilmu tidak diragukan lagi, selain menguasai masalah ushul dan furu’, ia juga seorang hafidz, faqih, dan mufassir. Tak heran pada umur 19 tahun beliau sudah berfatwa.
Guru dari Ibnu Qayim al-Jauziyah, dan Ibnu Katsir ini pernah membuat karya yang cukup fenomenal, Majmu’ah al- Fatawa, Jawab As Shahih, Iqtidha’ Sirath al-Mustaqim, dan Qawa’id Nuraniyah.
Para ulama yang menjulukinya sebagai Syeikhul Islam antara lain, Imam Dzahabi, Ibnu Qayim al-Jauziyah, dan Hafidz al-Mizzi. Ibnu Taimiyah Wafat pada 20 Dzulhijjah 728 H, ketika beliau dalam
penjara Qal’ah Dimasyq yang disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnu
Qayyim.
6. Taqiyuddin as-Subki
As Subki lahir di tahun 683 hijriyah. Ayahnya, Zainuddin adalah
sekaligus gurunya itu adalah seorang hakim. Ia diboyong orang tuanya ke
Mesir, untuk berguru kepada beberapa ulama, seperti Hafidz Dimyathi dan
Syeikhu Islam Ibnu Daqiq al-Ied.
Para ulama semasanya, seperti Al Baji, Ibnu Rif’ah, dan Dimyathi menjulukinya dengan Imam Muhaditsin, Imam Fuqaha, dan Imam Ushuliyin. Tajuddin as-Subki dan Hafidz al-Mizzi pun memberikan gelar Syeikhul Islam.
Beberapa karyanya antara lain, Tafsir Durar an-Nadzim, Al Ibhaj Syarh Minhaj, dan Majmu’ Syarh al-Muhadzab.
Jasad as-Subki, yang wafat pada tahun 756 di Cairo ini diiringi
ribuan umat Islam. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada yang bisa
menandingi jumlah petakziyah Imam Ahmad bin Hanbal, kecuali jumlah
petakziyah as-Subki.
7. Ibnu Hajar al-Atsqalani
Ia lahir dalam keadaan yatim pada tahun 733 hijriyah di Mesir. Di usia 9 tahun, beliau sudah mempu menghafal al-Qur’an, hafal al-’Umdah (kumpulan Hadits-Hadits hukum), Alfiyah Hadits Iraqi (ilmu Hadits).
Imam Syaukani menyebutkan bahwa guru-guru Ibnu Hajar adalah para
pakar di bidang masing-masing, antara lain: Hafidz al-Iraqi (ahli
Hadits), Ibnu Mulaqqin (ulama terbanyak berkarya), dan Al Bulqini (ahli
fikih). Ia pun telah melakukan perjalanan ke Hijaz, Yaman, Syam, dan
Makkah untuk mecari ilmu.
Guru dari Imam Sakhawi dan Imam Suyuthi ini menghasilkan karya fenomenal Fathul-Bari, dalam waktu 25 tahun. Juga beberapa buku yang berhubungan dengan kedudukan periwayat Hadits, seperti Lisan al-Mizan dan Tahdzib at- Tahdzib.
Ulama yang menggelarinya dengan Syeikhu Islam adalah Imam as Suyuthi. Imam Sakhawi pun mengarang buku khusus yang berjudul Jawahir ad Dhurar fi Tarjamah Syaikh al Islam Ibnu Hajar. Beliau wafat tahun 852 H di Mesir.
Sumber :
-https://www.hidayatullah.com/spesial/ragam/read/2015/09/20/78701/inilah-tujuh-ulama-bergelar-syeikhu-islam-1.html
No comments:
Post a Comment