Kita ketahui semua bahwasanya saat Idul Adha sangat
dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban bagi yang mampu. Sudah menjadi
pengetahuan umum di Indonesia ini, berkurban dengan menyembelih sapi atau
kambing. Namun ada budaya yang terbilang unik di Kudus Jawa Tengah dalam
pelaksanaan ibadah kurban, kurban
dilaksanakan dengan menyembelih kerbau sebagai pengganti sapi. Budaya tersebut
bukanlah kali pertama, namun sudah menjadi tradisi masyarakat Kudus, sejak
ratusan tahun silam.
Memang Kudus selain dikenal dengan industri rokok, juga di
kenal dengan kota religius dan berbudaya, terbukti dengan dua makam wali
diantara wali Sembilan, yakni Raden Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) dan Raden Umar
Said (Sunan Muria).
Jauh sebelum Islam datang, kota Kudus dahulu hanyalah sebuah
hutan belantara yang tidak berpenghuni. Namun, setelah muncul kerajaan
Majapahit dan Kudus menjadi bagian dari wilayah Majapahit, satu persatu orang
mulai datang ke hutan itu dan bermukim di sana.
Majapahit merupakan salah satu kerajaan Hindu di Pulau Jawa.
Jadi, tak heran jika sebelum Islam datang, sebagian besar masyarakat Kudus
memeluk agama Hindu dan sebagian lagi memeluk agama Budha. Hal ini bisa dilihat
dari bentuk menara Kudus yang merupakan akulturasi dari perpaduan Islam, Hindu
dan Budha.
Sebenarnya sebelum Sunan Kudus datang menyebarkan agama
Islam di Kota Kudus, wilayah itu sudah dihuni oleh seorang keturunan Tiongkok
(Cina) bernama The Ling Sing. Kini, nama The Ling Sing lebih dikenal sebagai
Kyai Telingsing dan namanya diabadikan menjadi nama jalan di Kota Kudus. Meski
The Ling Sing adalah seorang Cina muslim, bukan berarti etnis Cina di Kudus
semuanya beragama muslim. Masyarakat Kudus sangat menjunjung tinggi toleransi
beragama. Hal ini terbukti dari keberadaan sebuah klenteng Hok Ling Bio yang
berdiri tak jauh dari masjid menara Kudus.
Setelah Sunan Kudus
datang, proses penyebaran Islam di kota ini sangat cepat. Sunan Kudus
menggunakan pendekatan struktural yaitu dengan cara mengislamkan penguasa atau
ikut terlibat dalam pendirian kekuasaan baru, seperti Kesultanan Demak dan
Cirebon. Selain itu, Sunan Kudus juga menggunakan strategi dakwah yang unik.
Salah satunya adalah dengan mengikat sapi di halaman masjid.
Pria yang bernama lengkap Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan itu
mengikat sapi bernama Kebo Gumarang di halaman Masjid Menara. Hal itu pun
memancing perhatian umat Hindu yang saat itu merupakan mayoritas di Kudus. Umat Hindu memang meyakini sapi disucikan para
dewa .
Dalam kepercayaan umat Hindu, sapi adalah binatang yang
sangat dihormati dan dimuliakan. Jadi, saat itu jarang sekali masyarakat Kudus
yang memiliki sapi. Sapi hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yaitu para
pemuka agama Hindu.
Setelah orang-orang Hindu datang ke halaman masjid, Sunan
Kudus mengucapkan salam bahagia dan selamat datang lalu kemudian berceramah,
berdakwah, dan saling berdialog. Saat itu, Sunan Kudus mengumumkan kepada
seluruh warga Kudus untuk tidak menyembelih dan memakan daging sapi. Tujuannya,
adalah untuk menghormati para pemeluk agama Hindu. Dengan cara tersebut, warga
Hindu tidak merasa terhina dan tetap dihargai kepercayaannya.
Awalnya mereka datang karena penasaran terhadap sapi langka
tersebut. Saat orang-orang sudah ramai berkumpul di halaman masjid Sunan Kudus
memulai dakwahnya dengan memberikan penjelasan tentang surat Al Baqarah yang
berarti “Sapi Betina”.
Pada hari raya Idul Adlha di zaman Sunan Kudus sapi-sapi
hanya diikat di sekitar Masjid Al Aqsha Menara Kudus dan tidak ada yang
disembelih. Hanya kerbau dan kambing yang dipotong untuk hewan kurban.
Pendekatan Sunan Kudus ini telah terbukti efektif, banyak penganut Hindu pada
saat itu yang berpindah akidah menjadi seorang Muslim.
Pelarangan ini adalah simbol penghormatan bagi pemeluk agama
Hindu yang pada saat itu masih mayoritas. Padahal sapi tidak diharamkan bagi
pemeluk agama Islam. Sampai sekarang, masyarakat Kudus masih memegang teguh
tradisi tidak menyembelih sapi, termasuk pada hari raya kurban. Sebagai
gantinya, masyarakat Kudus lebih memilih untuk menyembelih kerbau atau kambing.
Ada satu versi cerita lagi tentang sapi dan masyarakat Kudus
ini. Pada dahulu kala Sunan Kudus pernah
merasa sangat kehausan. Lalu seorang pendeta Hindu memberikannya susu
sapi."Sebagai ungkapan terima kasih dari Sunan Kudus, maka masyarakat
Kudus dilarang menyembelih sapi.
Kurban kerbau memang tidak lazim di luar daerah Kudus,
demikian juga sebaliknya kurban sapi adalah hal yang ganjil terjadi di Kudus.
Warga Muslim Kudus sampai saat ini masih enggan berkurban sapi. Kebanyakan
mereka berkurban kambing atau kerbau yang harganya reatif lebih mahal dari
harga sapi karena mengindahkan “dawuh” Kanjeng Sunan Kudus yang melarang warga
Kudus untuk menyembelih sapi. Kalaupun ada masyarakat Kudus yang berkurban sapi
pada hari kurban biasanya adalah orang luar daerah Kudus yang menetap di Kudus
atau kelompok masyarakat yang sudah tidak lagi menjaga tradisi ini.
Bagaimana Hukumnya Berkurban dengan Kerbau?
Para ulama menyamakan kerbau dengan sapi dalam berbagai
hukum dan keduanya dianggap sebagai satu jenis (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah,
2:2975). Ada beberapa ulama yang secara tegas membolehkan berqurban dengan
kerbau. Diantaranya dari kalangan Syafi’iyah sebagaimana keterangan di Hasyiyah
al-Bajirami, dan Madzhab Hanafiyah sebagaimana keterangan di Al-Inayah Syarh
Hidayah 14:192 dan Fathul Qodir 22:106, mereka menganggap keduanya satu jenis.
Syaikh Ibn al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum qurban
dengan kerbau. Bahwasanya Kerbau dan sapi memiliki perbedaan dalam banyak sifat
sebagaimana kambing dengan domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing
dengan domba tetapi tidak merinci penyebutan kerbau dengan sapi, sebagaimana
disebutkan dalam surat Al An’am 143. Apakah boleh berqurban dengan kerbau? Jika
kerbau termasuk (jenis) sapi, maka kerbau sebagaimana sapi namun jika tidak
maka (jenis hewan) yang Allah sebut dalam Alquran adalah jenis hewan yang
dikenal orang Arab, sedangkan kerbau tidak termasuk hewan yang dikenal orang
Arab.” (Liqa’at Bab al-Maftuh, 200:27). Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa
berqurban dengan kerbau hukumnya sah, karena kerbau sejenis dengan sapi
Meski dalam Islam menyembelih sapi adalah hal yang
dihalalkan, tapi untuk menjaga perasaan umat Hindu yang tinggal di Kudus saat
itu dan menghindari terjadinya pertumpahan darah antar umat beragama, Sunan
Kudus melarang masyarakat Kudus menyembelih sapi. Terlebih isu agama adalah isu
yang paling rentan memicu pertikaian antar umat beragama. Hingga sekarang
masyarakat Kudus masih menghormati larangan itu meski sebagian besar
masyarakatnya sudah beragama Islam. Hal ini mereka lakukan untuk melestarikan
pesan yang tersirat dari larangan tersebut.
Melalui larangan menyembelih sapi, Sunan Kudus meninggalkan
pesan mudarah terhadap siapa saja termasuk terhadap non muslim yang telah
diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala sebagaimana riwayat ‘Aisyah
Radliyallah ‘Anha bahwa Rasulullah Shallallhu ‘Alayhi Wasallam bersabda:
إنَّ اللهَ أمَرَنِيْ بِمُدَارَاةِ
النَّاسِ كَمَا أَمَرَنِيْ بِإقَامَةِ
الْفَرَائِضِ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan aku agar mudarah kepada
manusia sebagaimana aku diperintahkan untuk menegakkan (menjalankan) semua
kewajiban-kewajiban.” (HR. Al-Dailami).
Mudarah adalah beramah-tamah dengan orang lain, berhubungan
dengan cara yang baik, dan bersabar menghadapi gangguan mereka, agar mereka
tidak menjauh darimu. Dalam Fath al Bary disebutkan bahwa Ibnu Baththal
menyatakan Mudarah adalah akhlak orang-orang mukmin, yaitu bersikap rendah hati
kepada manusia, berbicara dengan lemah lembut dan meninggalkan sikap keras
terhadap manusia. Dan ini merupakan sebab terkuat menuju persatuan.
Dalam istilah jawa kita mengenal Tepa Salira yaitu dapat
merasakan (menjaga) perasaan (beban pikiran) orang lain sehingga tidak
menyinggung perasaan atau dapat meringankan beban orang lain. Sunan Kudus
memahami benar perasaan warga Kudus yang saat itu masih banyak penganut Hindu
akan luka hatinya apabila hewan yang mereka muliakan disembelih oleh umat
Islam. Kanjeng Sunan lebih memilih menghindari kerusakan dari pada meraih
kebaikan. Dengan metode dakwahnya ini Sunan Kudus telah berhasil mengambil hati
warga Kudus.
Mudarah yang dilakukan oleh Sunan Kudus adalah dalam rangka
menjaga kelangsungan agama Islam dan menghindari pertikaian. Bukan Mudahanah
yaitu mengorbankan agama demi kemashlahatan dunia. Orang yang melakukan mudarah
terhadap non muslim akan berlemah lembut dalam pergaulan tanpa meninggalkan
sedikitpun prinsip agamanya. Sedang orang yang melakukan mudahanah akan
berusaha menarik simpati orang lain dengan cara apapun untuk meraih keuntungan
duniawi dan meninggalkan sebagian prinsip agamanya. Agama harus didakwahkan
dengan mudarah, namun kehormatan agama juga harus pertahankan.
Hingga kini anjuran kanjeng sunan itu masih menjejak di Kota
Kretek. Salah satu semangat yang diserap dari ajaran itu adalah sikap saling
menghormati antar-sesama penganut agama.
Referensi :
- https://www.merdeka.com/peristiwa/junjung-kearifan-lokal-universitas-muria-kudus-kurban-kerbau.html
-
http://regional.liputan6.com/read/2544794/kisah-sunan-kudus-larang-umat-makan-sapi
-
http://news.okezone.com/read/2012/10/25/345/709044/muslim-di-kudus-tak-sembelih-sapi-untuk-kurban-kenapa
- http://santrimenara.com/kurban-kerbau-belajar-mudarah-dari-larangan-sunan-kudus-menyembelih-sapi-1395
-
http://moslimpedia.blogspot.co.id/2015/09/budaya-muslim-kudus-larangan.html
-
http://shavie3.blogspot.co.id/2014/07/di-balik-mitos-larangan-menyembelih.html#ravel-tabs-comments
-
http://bersamadakwah.net/mengapa-muslim-di-kota-kudus-tidak-menyembelih-sapi/
No comments:
Post a Comment